Judul diatas adalah sebuah artikel yang menarik perhatian saya di majalah CHIC, edisi 125. Penulisnya sendiri adalah Bestari Kumala Dewi. Saya merasa perlu menyimpan artikel tersebut di suatu tempat yang bisa saya baca-baca lagi kemudian hari, yaaah sekedar pengingat jika penyakit shopaholic saya sedang kumat. Supaya ga kebablasan aja sih intinya :) Ok, saya copas artikel tersebut disini, dan semoga juga bisa bermanfaat buat yang lain
Kenali lima tipe boros yang menjadi pemicu habisnya uang
Setiap orang menghabiskan uangnya dengan alasan yang berbeda-beda. Dengan mengenali apa yang membuat kita menjadi boros, kita bisa lebih berhati-hati dalam mengatur pengeluaran.
Tipe1 : The Emotional Spender
Ciri : Ketika stres atau menghadapi tekanan, tempat yang dicari adalah mal. Alasannya sih hanya window shopping, tapi ujung-ujungnya tetap saja ada yang dibeli. Kalau membeli sesuatu yang masih masuk bujet, tentu nggak masalah. Sayangnya ketika sedang emosi, kita jarang berpikir jernih. Apapun akan kita lakukan, yang penting hati kembali happy. Jadi bukan tidak mungkin kita bisa menghabiskan gaji sebulan untuk membeli sebuah tas tanpa memikirkan hari esok.
Solve it : Apapun alasannya, retail therapy bukanlah jawaban yang tepat untuk menyelesaikan sebuah masalah. Hati memang akan merasa senang sesaat, tapi setelah itu selama masalah yang sebenarnya belum usai, rasa sedih dan kesal pasti akan datang lagi. Cobalah terapi yang tidak mengeluarkan uang, misalnya berbagi cerita dengan teman, menuangkan isi hati di jurnal pribadi atau blog, atau konsultasikan masalah kita dengan orang yang lebih berpengalaman atau ahlinya.
Tipe 2 : Compulsive Spender
Ciri : Menganggap belanja adalah sebuah kesenangan. Tipe ini tidak akan berpikir dua kali saat berbelanja. Coba lihat lemari anda. Bila anda menemukan tumpukan baju baru yang masih terbungkus rapi yang belum pernah terpakai, bahkan lupa pernah membelinya, itu salah satu tanda anda kompulsif.
Solve it : Carilah sesuatu yang lebih murah atau bisa dilakukan tanpa biaya, seperti olahraga, membuat kue atau melakukan aktifitas kreatif lainnya. Bisa juga mencoba menjadi volunteer untuk aksi kemanusiaan. Biasanya, aktifitas membantu sesama akan menimbulkan sensasi yang berbeda di hati, selain belajar berempati, hati juga ikut senang dan tenang. Kalau pun harus mengeluarkan uang, manfaatnya pun lebih terasa, tidak hanya sekedar membuang-buang uang.
Tipe 3 : Absentminded Spender
Ciri : Cuek dengan setiap pengeluaran. Mencatat setiap pengeluaran dalam sebuah jurnal takkan dilakukan tipe ini. Tak heran jika tiba-tiba kita kehabisan uang atau tidak ingat menggunakan kartu kredit untuk membeli apa saja. Biasanya pengeluaran untuk makan dan hal-hal kecil, seperti nonton atau ngopi selalu dianggap pengeluaran remeh temeh, sehingga tidak pernah masuk perhitungan. Padahal tak jarang jika diperhatikan, pengeluaran tersebutlah yang terbesar
Solve it : Langkah awal, untuk sebulan hindari penggunaan kartu kredit, pakai saja uang tunai. Ini akan mempermudah kita mengendalikan pengeluaran. Mulailah membiasakan diri mencatat setiap pengeluaran. Di minggu pertama kita melakukan ini, akan terlacak kemana saja uang itu pergi. Bulan berikutnya, boleh saja kembali menggunakan kartu kredit, tapi simpan setiap bukti pembayaran dan catat setiap pengeluaran. Jadi kita tau untuk apa saja kartu kredit tersebut digunakan.
Tipe 4 : The Social Spender
Ciri : Biasanya uang habis untuk ngopi dan hangout bersama teman-teman. Jika sendiri anda bisa mengeluarkan 50.000 untuk makan, tapi ketika kumpul bersama teman, dana yang dikeluarkan bisa mencapai empat kali lipat. Belum lagi, jika ada godaan untuk belanja. Wiih, biaya makan untuk seminggu bisa habis dalam sehari tuh.
Solve it : Kita menyadari situasi ini tidak baik untuk kondisi keuangan, sayangnya alibi 'hanya sesekali' selalu sukses mengalahkan akal sehat. Padahal, situasi ini bisa diantisipasi dengan hal lain. Misalnya, mengadakan acara kumpul-kumpul dirumah salah satu teman secara bergantian. Dengan begini kita bisa menghemat lebih besar. Pasalnya, ketika diadakan dirumah, kita tidak perlu mengeluarkan biaya untuk nonton dan terhindar dari godaan belanja.
Tipe 5 : The "It's On Sale" Spender
Ciri : Selalu gatal melihat tag 'Sale'. Apalagi jika ini berlaku untuk barang yang telah kita incar sejak lama. Apapun dan dimanapun, selama ada iming-iming potongan harga, anda pasti akan langsung membelinya, meskipun anda tidak membutuhkan ataupun menyukainya. Bagi tipe ini, penawaran potongan harga tidak datang setiap waktu, jadi ketika ada tentu sayang untuk dilewatkan.
Solve it : Kebiasaan seperti ini membuat kita membutuhkan orang lain untuk mengingatkan. Pilih seseorang yang bisa membantu kita berpikir jernih, ketika kita tergoda untuk membeli barang diskon, bahkan ketika penawaran potongan harganya tinggi. Kita enggak akan rugi kehilangan momen diskon, karena umumnya setiap toko dan brand punya jadwal diskon lebih dari sekali dalam satu tahun. end
See... ternyata shopaholic pun punya berbagai macam tipe. Saya nyaris pernah mengalami semuanya. Sekarang ini kecenderungannya adalah yang tipe 5 ! Mudah-mudahan pelan-pelan kebiasaan buruk ini bisa semakin berkurang dan hilang sama sekali. Bagaimana dengan kamu ? :)