Laman

Jumat, 16 November 2012

What Type of Shopaholic Are You ?

Judul diatas adalah sebuah artikel yang menarik perhatian saya di majalah CHIC, edisi 125. Penulisnya  sendiri adalah Bestari Kumala Dewi. Saya merasa perlu menyimpan artikel tersebut di suatu tempat yang bisa saya baca-baca lagi kemudian hari, yaaah sekedar pengingat jika penyakit shopaholic saya sedang kumat. Supaya ga kebablasan aja sih intinya :) Ok, saya copas artikel tersebut disini, dan semoga juga bisa bermanfaat buat yang lain

Kenali lima tipe boros yang menjadi pemicu habisnya uang
Setiap orang menghabiskan uangnya dengan alasan yang berbeda-beda. Dengan mengenali apa yang membuat kita menjadi boros, kita bisa lebih berhati-hati dalam mengatur pengeluaran.

Tipe1 : The Emotional Spender
Ciri : Ketika stres atau menghadapi tekanan, tempat yang dicari adalah mal. Alasannya sih hanya window shopping, tapi ujung-ujungnya tetap saja ada yang dibeli. Kalau membeli sesuatu yang masih masuk bujet, tentu nggak masalah. Sayangnya ketika sedang emosi, kita jarang berpikir jernih. Apapun akan kita lakukan, yang penting hati kembali happy. Jadi bukan tidak mungkin kita bisa menghabiskan gaji sebulan untuk membeli sebuah tas tanpa memikirkan hari esok.
Solve it : Apapun alasannya, retail therapy bukanlah jawaban yang tepat untuk menyelesaikan sebuah masalah. Hati memang akan merasa senang sesaat, tapi setelah itu selama masalah yang sebenarnya belum usai, rasa sedih dan kesal pasti akan datang lagi. Cobalah terapi yang tidak mengeluarkan uang, misalnya berbagi cerita dengan teman, menuangkan isi hati di jurnal pribadi atau blog, atau konsultasikan masalah kita dengan orang yang lebih berpengalaman atau ahlinya.

Tipe 2 : Compulsive Spender
Ciri : Menganggap belanja adalah sebuah kesenangan. Tipe ini tidak akan berpikir dua kali saat berbelanja. Coba lihat lemari anda. Bila anda menemukan tumpukan baju baru yang masih terbungkus rapi yang belum pernah terpakai, bahkan lupa pernah membelinya, itu salah satu tanda anda kompulsif.
Solve it : Carilah sesuatu yang lebih murah atau bisa dilakukan tanpa biaya, seperti olahraga, membuat kue atau melakukan aktifitas kreatif lainnya. Bisa juga mencoba menjadi volunteer untuk aksi kemanusiaan. Biasanya, aktifitas membantu sesama akan menimbulkan sensasi yang berbeda di hati, selain belajar berempati, hati juga ikut senang dan tenang. Kalau pun harus mengeluarkan uang, manfaatnya pun lebih terasa, tidak hanya sekedar membuang-buang uang.

Tipe 3 : Absentminded Spender
Ciri : Cuek dengan setiap pengeluaran. Mencatat setiap pengeluaran dalam sebuah jurnal takkan dilakukan tipe ini. Tak heran jika tiba-tiba kita kehabisan uang atau tidak ingat menggunakan kartu kredit untuk membeli apa saja. Biasanya pengeluaran untuk makan dan hal-hal kecil, seperti nonton atau ngopi selalu dianggap pengeluaran remeh temeh, sehingga tidak pernah masuk perhitungan. Padahal tak jarang jika diperhatikan, pengeluaran tersebutlah yang terbesar
Solve it : Langkah awal, untuk sebulan hindari penggunaan kartu kredit, pakai saja uang tunai. Ini akan mempermudah kita mengendalikan pengeluaran. Mulailah membiasakan diri mencatat setiap pengeluaran. Di minggu pertama kita melakukan ini, akan terlacak kemana saja uang itu pergi. Bulan berikutnya, boleh saja kembali menggunakan kartu kredit, tapi simpan setiap bukti pembayaran dan catat setiap pengeluaran. Jadi kita tau untuk apa saja kartu kredit tersebut digunakan.

Tipe 4 : The Social Spender
Ciri : Biasanya uang habis untuk ngopi dan hangout bersama teman-teman. Jika sendiri anda bisa mengeluarkan 50.000 untuk makan, tapi ketika kumpul bersama teman, dana yang dikeluarkan bisa mencapai empat kali lipat. Belum lagi, jika ada godaan untuk belanja. Wiih, biaya makan untuk seminggu bisa habis dalam sehari tuh.
Solve it : Kita menyadari situasi ini tidak baik untuk kondisi keuangan, sayangnya alibi 'hanya sesekali' selalu sukses mengalahkan akal sehat. Padahal, situasi ini bisa diantisipasi dengan hal lain. Misalnya, mengadakan acara kumpul-kumpul dirumah salah satu teman secara bergantian. Dengan begini kita bisa menghemat lebih besar. Pasalnya, ketika diadakan dirumah, kita tidak perlu mengeluarkan biaya untuk nonton dan terhindar dari godaan belanja.

Tipe 5 : The "It's On Sale" Spender
Ciri : Selalu gatal melihat tag 'Sale'. Apalagi jika ini berlaku untuk barang yang telah kita incar sejak lama. Apapun dan dimanapun, selama ada iming-iming potongan harga, anda pasti akan langsung membelinya, meskipun anda tidak membutuhkan ataupun menyukainya. Bagi tipe ini, penawaran potongan harga tidak datang setiap waktu, jadi ketika ada tentu sayang untuk dilewatkan.
Solve it : Kebiasaan seperti ini membuat kita membutuhkan orang lain untuk mengingatkan. Pilih seseorang yang bisa membantu kita berpikir jernih, ketika kita tergoda untuk membeli barang diskon, bahkan ketika penawaran potongan harganya tinggi. Kita enggak akan rugi kehilangan momen diskon, karena umumnya setiap toko dan brand punya jadwal diskon lebih dari sekali dalam satu tahun. end

See... ternyata shopaholic pun punya berbagai macam tipe. Saya nyaris pernah mengalami semuanya. Sekarang ini kecenderungannya adalah yang tipe 5 ! Mudah-mudahan pelan-pelan kebiasaan buruk ini bisa semakin berkurang dan hilang sama sekali. Bagaimana dengan kamu ? :)

Minggu, 11 November 2012

'How To Master Your Habits' by Ust. Felix Siauw

Hari selasa, 23 oktober 2012, akhirnya ketemu juga sama ustad Felix Siauw di Pengajian bulanan MTMI. Kali ini ustad memberi materi tentang 'Habits'. Seperti juga judul buku beliau 'How to Master your Habits'
Nah, pas banget materinya dengan sikon saya yang selama ini masih kesulitan untuk merubah kebiasaan, kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik tentunya. Ok.. Saya share disini inti dari materi beliau. Mudah2an tidak hanya bermanfaat buat saya, melainkan juga buat kita semua.

Habits atau kebiasaan adalah sesuatu yang kita lakukan secara otomatis bahkan nyaris tanpa disadari. Nah, habits ini bisa sesuatu yang baik maupun yang buruk. Bahkan sebuah keahlian bukan merupakan pengaruh dari bakat melainkan sesuatu yang lain, yaitu habits.. Pernah dengar slogan ini ? 'Bisa karena biasa, tidak bisa karena tidak biasa' Maka, kita bisa menjadi apapun atau menguasai apapun yang kita inginkan bila kita benar-benar menginginkannya, dengan cara membiasakan dan membentuk habits pada diri kita. Menjadikan yang luar biasa menjadi sebuah kebiasaan.

Biasanya penilaian orang kepada kita juga dipengaruhi oleh habits yang kita tampakkan sehari-hari. Seseorang yang memiliki habits baik dalam dirinya sudah pasti akan lebih berhasil dalam kehidupannya dibandingkan dengan seseorang yang memiliki sedikit habits yang baik. Habits yang menentukan berhasil tidaknya diri kita dalam hidup ini.

Sekarang pertanyaannya adalah kenapa sih kita perlu membentuk habits kita ? Kita analogikan diri kita sebagai sebidang tanah. Jika tanah tersebut kita tanami bunga, maka apakah rumput akan tumbuh ? Yup benar.. Rumbut bisa tumbuh. Namun sebaliknya jika tanah tersebut tidak kita tanami, maka apa yang akan tumbuh ? Rumput juga yang akan tumbuh ! Nah, dengan analogi tsb maka jika kita tidak mencoba menanam habits yang baik maka kecenderungannya habits buruklah yang akan muncul. Bisa memiliki kemampuan mengendalikan habits adalah keahlian yang sangat kita perlukan dalam hidup ini, sehingga kita dapat memilih habits mana yang akan kita pertahankan dan mana yang akan kita tinggalkan.

Habits merupakan hasil daripada pengulangan suatu aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak satu aktivitas diulang dalam jangka waktu yang lama, maka habits akan semakin kuat. Faktor utama dalam pembentukan habits adalah Latihan dan Pengulangan. Practice makes right, repetition makes perfect.
Karena itu, berhati-hatilah dengan suatu aktifitas yang kita ulang terus menerus karena akan membentuk habits.

Untuk membentuk sebuah habits yang baik, kita perlu mengetahui alasan 'Why' kita perlu memiliki habits tersebut. Dengan demikian akan ada daya dorong yang kuat dalam melaksanakan perbuatannya.. Selain itu kita juga perlu memahami apa 'What' yang sebenarnya kita inginkan, agar bisa menjadi daya tarik bagi diri kita. Ketika kita mengetahui betul apa habits yang ingin kita bentuk, insya allah kita akan lebih termotivasi dalam mencapainya. Sementara tujuan yang jelas akan menciptakan gerakan, karena tujuan adalah daya tarik yang sangat kuat. Ketika ada sesuatu yang kita kejar dan ada tujuan dalam hidup, maka hidup kita menjadi lebih menarik dan bukan lagi menjadi rutinitas yang menjemukan. Sering-seringlah berpikir tentang masa depan, buat rencana masa depan. Dengan demikian aktivitas yang kita lakukan saat ini akan lebih terarah..

Dalam pembentukan habits dibutuhkan setidaknya dibutuhkan waktu 30 hari untuk melatih satu kebiasaan baru. Lakukan practice dan repetition selama 30 hari berturut-turut secara konsisten, tanpa ketinggalan satu hari pun. Karena habits berarti pembiasaan dan pembiasaan memerlukan konsistensi. Membentuk habits tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu waktu dan tenaga sebelum kita nyaman dengan kebiasaan baru kita. Yang jelas yang harus ditekankan adalah bahwa keberhasilan bukan terletak pada motivasi melainkan pada pengkondisian. Secara umum ada 3 tahapan milestone yang dapat dijadikan panduan dalam membentuk habits :
  1. 30 hari : habits baru telah terbentuk. Masih rapuh dan keinginan kembali ke habit lama lebih besar daripada keinginan melanjutkan habit baru
  2. 3*30hari : habit baru yang terbentuk telah lebih kuat dan keinginan melanjutkannya sama besar dengan keinginan meninggalkannya
  3. 10*30hari : insya allah habit telah solid dan menjadi program yang hampir permanen, otomatis terjadi pada diri kita seperti gerak reflek
Proses pembentukan habit ini memang sejatinya adalah proses melatih dengan sengaja aktifitas yang pada awalnya kita lakukan dengan sadar menjadi bisa kita lakukan secara tidak sadar. Sehingga, ketika kita betul-betul meluangkan banyak waktu untuk satu keahlian maka keahlian itu akan kita kuasai.

Bagaimana langkah yang perlu kita lakukan dalam membentuk sebuah habit ? Lakukan hal berikut :
  1. Mulai dari hal-hal yang kecil. Mematok target yang terlalu besar cenderung mengarah pada kegagalan, lagipula ketika kita telah terbiasa kita otomatis akan menaikan jumlahnya
  2. Temukan tempat habits. Maksudnya adalah, kita membuat habits baru diantara habits lain yang sudah terbentuk sebelumnya. Jadi akan ada pemicu untuk melakukan habits tersebut
  3. Berlatihlah terus. Pada awalnya kita mungkin akan sering lupa, maka dianjurkan untuk membuat pengingat dimana-mana yang mudah dilihat. Dan ingatlah untuk melakukannya setiap hari !
Setelah habits terbentuk, tingkatkan menjadi expertise. Dengan menjadi expertise maka habits ini tidak hanya berguna bagi kita pribadi melainkan juga membawa manfaat untuk orang lain. Tidak ada yang menjadi expert tanpa melalui proses latihan 10.000 jam. Maka mulailah berlatih dan mengulang-ngulang latihan. 10.000 jam itulah waktu yang diperlukan untuk membentuk suatu habits agar menjadi suatu keahlian. Maka mulailah sekarang, agar semakin kita cepat memulai semakin cepat pula kita sampai pada masa ketika habits sudah menjadi keahlian.

Just kill the excuses. Just do it.

Kendalikan habits atau habits yang akan mengendalikan hidup kita !